Kamis, 13 Oktober 2011

Implementasi Metode Inkuiri dalam Pembelajaran al-Qur'an


IMPLEMENTASI METODE INKUIRI
DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA AL-QUR’AN
Oleh: Wenny Nurul ‘Aini*


A.    Latar Belakang Masalah

Al-Qur’an sebagai salah-satu di antara dua kekuatan sumber Islam (sebelum hadits) oleh seorang pemikir kontemporer asal Pakistan yang bernama Fazlurrahman (1996: 1), dianggap sebagai dokumen untuk manusia. Hal ini dikarenakan al-Qur’an bukan hanya memuat kandungan hukum normatif dan sejarah an-sich, tetapi lebih jauh di dalamnya juga memuat berbagai konsep-konsep kehidupan, salah-satunya menyentuh tentang ilmu pengetahuan.
Asumsi Islam sebagai pengangkis umat dari kehidupan yang gelap ke arah kehidupan yang bercahaya merupakan lukisan konkret tentang pemaknaan tertinggi kedatangan Islam. Rasulullah yang dalam hal ini bertindak sebagai penerima al-Qur’an, berperan untuk menyampaikan petunjuk-petunjuk tersebut yaitu menyucikan dan mengajarkan manusia. Menurut Quraish Shihab (1996: 172), konsep al-Qur’an tentang menyucikan di sini dapat diidentikkan dengan mendidik, sedangkan mengajar tidak lain kecuali mengisi anak didik dengan pengatahuan yang berkaitan dengan alam metafisika serta fisika.
Kedua diktum yang diproklamirkan oleh al-Qur’an adalah untuk menyucikan dan mengajarkan kitab Allah kepada umat manusia. Oleh karena itu, tugas utama yang harus diperankan oleh seorang guru adalah mentransformasikan ilmu pengatahuan kepada anak didik. Hal ini mengingat sebagian besar waktu dalam kehidupan siswa di sekolah adalah bersama guru, sehingga dalam konteks ini tidak mengherankan jika tuntutan kapabilitas, profesionalitas, kompetensi dan kemapanan serta kesiapan secara personal (life skill personality) menjadi suatu kebutuhan yang sangat mendesak untuk diaplikasikan..
Hasil penelitian tokoh pendidikan dari USA, John Goodlad menunjukkan bahwa peran guru amat signifikan bagi setiap keberhasilan proses pembelajaran dan prestasi mereka (Trianto, 2005: 36). Pendapat ini jelas dapat diterima karena ketika para guru telah memasuki ruang kelas dan menutup pintu kelas, maka kualitas pembelajaran akan lebih banyak ditentukan oleh para guru. Alsan tersebut pun sangat logis karena ketika proses pembelajaran berlangsung, guru dapat melakukan apa saja di kelas. Ia dapat tampil sebagai sosok yang menarik siswa sehingga perannya dapat menebarkan motivasi prestasi.
Pada hakikatnya, dalam proses interaksi belajar mengajar, guru adalah sosok yang memegang peranan penting dalam memberikan pelajaran dan siswa adalah anak yang menerima pelajaran. Oleh karena itu, kegiatan dalam mentransfer pengetahuan kepada siswa diperlukan pengetahuan atau kecakapan atau keterampilan sebagai guru. Tanpa ini semua, tidak mungkin proses interaksi belajar mengajar dapat berjalan secara kondusif dan profesional. Disinilah posisi idealisme kompetensi (kemampuan) guru mutlak diperlukan dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik, sebagaimana ungkapan dalam kitab al-Tarbiyatu wa al-Ta’lim yang berbunyi:
فَالتَّرْ بِيَةُ بِاْلمَعْنَ اْلعَامِ هِىَ كُلُّ مُؤَ ثِّرٍ فىِ تَكْوِيْنِ الشَخْصِ الجَسْمَانِىِّ وَاْلجَسْمَانىِ وَاْلخُلُقِىَّ مِنْ حَيْنَ وِلاَدَتِهِ إِلىَ مَوْتِهِ, وَتَشْمِلُ جَمِيْعُ الْعَوَامِلِ سَوَاءٌ أَكَانَتْ مَقْصُوْدَةٌ كَالتَرْ بِيَةِ وَاْلمَتْرِلِيَّةِ وَاْلمَدْرَسِيَّةِ, اَمْ غَيْرُمَقْصُوْدَةٌ كَالتَرْبِيَةِ الَّتِى تَجِيْئُ عَرْضًاوَمَنْ تَأ ثِيْرِ البِيْئَةِ الطَبِيْعِيَّةَ وَاْلاِجْتِمَاعِيَّةِ وَغَيْرِذَلِكَ        

Guru adalah sosok arsitektur yang dapat membentuk dan membangun kepribadian anak didik menjadi orang yang berguna bagi nusa, bangsa dan agama. Tugas guru tidak hanya berputar dalam skop sebagai tenaga profesi yaitu mendidik (mentransfer nilai-nilai hidup), mengajar (mengembangkan disiplin ilmu pengetahuan) dan melatih (mengembangkan keterampilan), tetapi juga sebagai tugas kemanusiaan dan kemasyarakatan yang ikut proaktif terhadap kebutuhan masyarakat, bangsa dan agama (Djamarah, 2008: 37). Sedangkan ruh sebuah lembaga pendidikan adalah kualitas proses belajar-mengajar yang diciptakan dan kualitas produks yang dihasilkan. Sebuah upaya membangun lembaga pendidikan yang efektif dan bonavid, apapun bentuknya, menjadi tidak bermakna bila tidak diikuti dengan upaya menciptakan suasana belajar yang kondusif bagi setiap siswa. Sebab suasana kundusif itu-lah merupakan bagian dari embrio pendidikan yang akan berakibat pada prestasi belajar.
Guru adalah semua orang yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap pendidikan siswa, baik secara individual atau-pun kolektif-klasikal, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Semua ini berarti memberi penegasan bahwa seorang guru minimal memiliki dasar-dasar kompetensi (kecakapan) sebagai wewenang dan kemampuan dalam menjalankan tugas (Djamarah, 2000: 33). Guru adalah ujung tombak kegiatan pengajaran di sekolah yang langsung berhadapan dengan peserta didik. Tanpa adanya peranan guru maka kegiatan belajar mengajar tidak bisa berjalan dengan semestinya. Dengan demikian, keberhasilan suatu pembelajaran berakar kuat pada proses substansial bagaimana metode dan model pembelajaran yang dikembangkan sehingga mampu menghasilkan sesuatu yang menakjubkan, terutama dalam mencapai target kunci membangun manusia yang seutuhnya.
Tugas utama guru adalah membelajarkan siswa, yaitu mengkondisikan siswa agar belajar aktif sehingga potensi dirinya (kognitif, afektif, dan konatif) dapat berkembang dengan maksimal. Dengan belajar aktif, melalui partisipasi dalam setiap kegiatan pembelajaran, akan terlatih dan terbentuk kompetensi yaitu kemampuan siswa untuk melakukan sesuatu yang sifatnya positif yang pada akhirnya akan membentuk life skill sebagai bekal hidup dan penghidupannya. Agar hal tersebut di atas dapat terwujud, guru semestinya mengetahui bagaimana cara siswa belajar dan menguasai berbagai cara membelajarkan siswa. Inilah yang menjadi eksistensi guru profesional dibutuhkan untuk melakukan sebuah terobosan baru bagi proses pembelajaran siswa.
Statemen di atas selaras dengan ungkapan Syaikh Az-Zarnujiy dalam kitabnya Ta'limul Muta'alim yang menyatakan:
وَأَمَّا اخْتِيَا رُاْلأُسْتَاذِ، فَيَنْبَغِى أَنْ يَخْتَارَاْلأَ عْلَمَ وَاْلأَوْرَعَ وَاْلأَسَنَّ، كَامَا اخْتَارَأَبُوْ حَنِيْفَةَ حِيْنَئِذٍ حَمَّادَبْنَ أَبِى سُلَيْمَانَ بَعْدَ التَّأَمُّلِ وَالتَّفَكُّرِ

Seorang guru seharusnya memiliki pemahaman-pemahaman yang dalam tentang pengajaran. Mengajar bukanlah kegiatan yang mudah melainkan suatu kegiatan dan tugas yang berat dan penuh dengan permasalahan. Kemampuan dan kecakapan sangat dituntut bagi seorang guru. Oleh karenanya, seorang guru harus memiliki kecakapan dan keahlian tentang keguruan. Kemampuan dan kecakapan merupakan modal dasar bagi seorang guru dalam melakukan kegiatan atau tugasnya. Mengajar adalah membimbing kegiatan siswa, mengatur dan mengorganisasikan lingkungan yang ada disekitar siswa sehingga dapat mendorong dan menumbuhkan semangat siswa untuk melakukan kegiatan belajar, terutama sekali untuk mata pelajaran Pendidikan Agama Islam.
Salah satu aspek pendidikan Agama yang kurang mendapatkan perhatian adalah pendidikan membaca al-Qur’an. Pada umumnya orang tua lebih menitik beratkan pada pendidikan umum sehingga banyak anak muslim yang belum bisa membaca dan menulis al-Qur’an. Sebagai langkah awal adalah meletakkan dasar agama yang kuat pada anak sebagai persiapan untuk mengarungi hidup dan kehidupannya kelak
Mengajar adalah tugas yang begitu kompleks dan maha sulit, terutama sekali untuk guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang memfokuskan pada pemahaman tentang membaca al-Qur’an secara baik dan benar, sehingga tidak dapat dilakukan dengan baik oleh seorang guru tanpa persiapan. Perencanaan pengajaran, pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dan kegiatan evaluasi pengajaran merupakan serangkaian kegiatan dalam mengelola pembelajaran yang dikuasai dan dimiliki oleh seorang guru merupakan bagian dari kompetisi guru itu sendiri.
Kompetensi dalam proses interaksi belajar mengajar dapat pula menjadi alat motivasi ekstrinsik, guna memberikan dorongan dari luar diri siswa. Oleh karena itu, membaca al-Qur’an perlu diajarkan di sekolah-sekolah umum, mulai dari tingkat Sekolah Dasar sampai Sekolah Lanjutan Atas mengingat masih banyak para siswa di sekolah umum yang belum bisa baca tulis al-Qur’an. Dengan demikian, setiap sekolah umum perlu memasukan pelajaran membaca al-Qur’an dalam mata pelajaran secara khusus.
Berpijak dari berlangsungsungya proses belajar-mengajar Pendidikan Agama Islam, khususnya membaca al-Qur’an sebagaimana telah disebutkan di atas, maka sangat diperlukan suatu metode yang dapat memberdayakan siswa. salah satunya adalah metode inkuiri.

B.     Implementasi Metode Inkuiri

Metode inkuiri adalah “metode belajar yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif menguji dan menafsirkan problema secara saintifik yang memberikan konklusi berdasarkan pembuktian. Menurut Roestiyah ( 2008: 75), metode inkuiri adalah istilah dari bahasa Inggris inquiry yang berarti suatu teknik atau cara yang digunakan guru untuk mengajar di depan kelas dimana dalam pelaksanaannya siswa dibagi menjadi beberapa kelompok dan masing-masing kelompok mendapat tugas tertentu yang harus dikerjakan. Dengan demikian, metode inkuiri dapat mendorong dan mengarahkan siswa untuk melibatkan diri secara aktif dalam proses belajar-mengajar dengan melakukan berbagai kegiatan belajar. Kegiatan tersebut dapat berupa mengumpulkan data melalui pengamatan, memberikan hipotesa, mencatat dan menafsirkan data serta mengambil kesimpulan. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri.
Pada metode inkuiri, guru hanya menampilkan faktor atau kejadian atau demonstrasi. Siswa berusaha mengumpulkan informasi dan mencari sendiri dari buku, teks, dokumen, data statistik, publikasi dan sebagainya. Mengajar bukan sekedar ceramah dan berdiri di depan kelas, akan tetapi bagaimana teknik dan strategi guru dalam mengkomunikasikan pesan/materi pengajaran, berinteraksi, mengorganisir dan mengelola siswa sehingga dapat berhasil dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Salah-satu kunci keberhasilan suatu proses pembelajaran adalah bilamana guru memiliki dan menguasai metodologi pengajaran secara baik. Oleh karenanya, dalam sub bab ini penulis akan menguraikan tentang langkah-langkah dan proses aplikatif metode inkuiri sebagaimana dijabarkan oleh Suryobroto (1990: 46-47) berikut ini:
1.                                                                   Mengidentifikasi kebutuhan siswa.
2.      Menyeleksi pendahuluan terhdap prinsip-prinsip, pengertian konsep dan generalisasi yang akan dipelajari.
3.      Menyeleksi bahan dan problem.
4.      Membantu memperjelas tugas atau problem yang akan dipelajari dan peranan-peranan masing-masing siswa.
5.      Mempersiapkan setting kelas dan alat-alat yang diperlukan.
6.      Mengecek pemahaman siswa terhadap masalah yang akan dipecahkan dan tugas-tugas siswa.
7.      Memberi kesempatan pada siswa terhadap masalah yang akan dipecahkan dan tugas-tugas siswa.
8.      Memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan penemuan.
9.      Membantu siswa dengan informasi data jika diperlukan oleh siswa.
10.  Memimpin analisa sendiri (self analiysis) dengan pertanyaan yang mengarahkan dan mengidentifikasi proses.
11.  Merangsang terjadinya interaksi antar siswa dengan siswa yang lain.
12.  Memuji dan membesarkan siswa yang aktif dan giat dalam penemuan.
13.  Membantu siswa merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi atas hasil penemuannya.

Berpijak dari teori di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa untuk mengaplikasikan metode inkuiri membutuhkan beberapa langkah yang harus dipersiapkan oleh guru agar proses belajar mengajar dapat berjalan secara efektif-efesien, optimal dan totalitas. Adapun langkah-langkah tersebut yang sudah dijabarkan di atas, menurut penulis yang paling urgen adalah obsevasi, bertanya, mengajukan dugaan atau hipotesis, mengumpulkan data dan yang terakhir adalah menyimpulkan atau membrikan konklusi.
Pendekatan inkuiri dalam mengajar mencakup pendekatan modern yang sangat didambakan untuk dilaksanakan di setiap sekolah. Adanya tuduhan bahwa sekolah menciptakan “kultur bisu” tidak akan terjadi apabila pendekatan ini digunakan. Pendekatan inkuiri dapat dilaksanakan apabila dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a.    guru harus terampil memilih persoalan yang relevan untuk diajukan kepada kelas (persoalan besumber dari bahan pelajaran yang menantang siswa atau yang problematis) dan sesuai dengan daya nalar siswa;
b.    guru harus terampil menumbuhkan motivasi belajar siswa dan menciptakan situasi belajar yang menyenangkan;
c.    adanya fasilitas dan sumber belajar yang cukup;
d.   adanya kebebasan siswa untuk berpendapat, berkarya, berdiskusi;
e.    partisipasi setiap siswa dalam setiap kegiatan belajar; dan
f.     guru tidak banyak intervensi terhadap kegiatan siswa (Nana Sudjana, 1995: 74).

Pembelajaran inkuiri merupakan pengajaran dimana guru dan siswa menpelajari gejala-gejal ilmiah dengan pendekatan dan jiwa ilmuwan. Dengan demikian, metode inkuiri menuntut siswa untuk mengembangkan aktivitasnya sendiri baik secara berkelompok atau secara sendiri-sendiri tergantung pada setting yang ditentukan sebelumnya.
Keberhasilan suatu apapun adalah tergantung pada metode yang digunakan. Sebab jika metode yang digunakan tidak realibel dan aplikatif, maka apa saja yang kita harapkan tidak akan berhasil. Demikian pula halnya dengan proses belajar mengajar yang dalam hal ini bagaimana dan metode apa yang digunakan serta bagaimana pula metode tersebut digunakan oleh guru dalam proses belajar mengajar.
Adapun peranan guru ketika menggunakan metode inkuiri adalah sebagai berikut:
a.                                                                                Guru sebagai Fasilitator
Tugas guru sebagai fasilitator adalah dituntut untuk mempunyai kapabilitas dalam mengupayakan fasilitas sumber pelajaran yang akan diterapkan untuk dijadikan bahan motivasi dalam mencapai tujuan proses belajar mengajar yang baik dalam bentuk keynote speaker, buku, majalah, koran dan lain sebagainya. Demikian pula, tugas guru sebagai fasilitator dalam metode inkuiri adalah menyiapkan tugas atau problem yang akan dipecahkan oleh siswa, memberikan klarifikasi-klarifikasi, menyiapkan setting kelas, menyiapkan alat-alat dan fasilitas belajar yang diperlukan, memberikan kesempatan pelaksanaan, sumber informasi jika diperlukan dan membantu siswa agar dapat sendiri merumuskan kesimpulan dan implikasi-implikasinya.
b.                                                                               Guru sebagai Dinamisator
Adapun tugas guru sebagai dinamisator dalam metode inkuiri adalah merangsang terjadinya self analysis, merangsang terjadinya interaksi, memuji dan membesarkan hari siswa untuk lebih bergairah dalam kegiatan-kegiatannya. Hal ini sejalan dengan ungkapan Sahad (1987: 14) yang menyatakan:
Teacher are responsible for guiding, moulding and improving the career of the community. They are like torch-light in darkness. As the earth derives tight and energy from the sun, similiarly the pupils receive knowledge and guidence from their teacher. The teacher are like the moon and the students are just like the star so the seekers of  knowledge and the learned teacher accupy on exceptionally prominent place in society. 

Variasi-variasi metode yang dapat diterapkan dalam proses belajar al- Qur’an dirumuskan sebagai berikut:
  1. Menggunakan buku pada saat klasikal peraga
Murid dengan gaya belajar visual membutuhkan visualisasi tulisan yang jelas dan terjangkau. Guru memberikan toleransi bagi murid dengan gaya belajar visual untuk melihat tulisan di buku pada saat klasikal. Ini akan mempermudah murid untuk mengakses tulisan dengan baik, jika visualisasi pada alat peraga kurang memadai. Langkah ini bisa diterapkan untuk murid yang kesulitan membaca dengan alat peraga karena faktor tulisan kecil atau jauh.
  1. Pengulangan
Murid dengan gaya belajar auditori membutuhkan suara bacaan yang jelas dan terjangkau. Maka guru dapat melakukan pengulangan-pengulangan pada Teknik 1 jika membaca kalimat-kalimat yang panjang dan kompleks, dengan catatan tetap memperhatikan manajemen waktu. Pengulangan dapat dilakukan oleh guru atau oleh murid yang menguasai bacaan dengan baik untuk memotivasi murid yang lain. Pengulangan juga berfungsi untuk membantu murid memahami konsep yang sedang dipelajari.
  1.  Pelibatan Murid.
Murid dengan gaya belajar kinestetik membutuhkan banyak gerak dalam belajar. Guru dapat mengatasinya dengan melibatkan murid dalam penggunaan alat peraga. Mintalah salah satu murid untuk maju ke depan dan menunjuk tulisan pada alat peraga pada saat klasikal dengan Teknik 1 dan 2. Pelibatan murid ini dapat dilakukan secara bergantian terutama pada murid yang cenderung moving atau banyak gerak. Cara ini juga dapat diterapkan untuk mengatasi anak yang mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian pada saat klasikal.
  1. Penggabungan metode klasikal baca simak
Pada kondisi tertentu dimana murid menghadapi konsep bacaan yang sulit, kalimat yang kompleks dan panjang, murid mengalami kebosanan atau kelelahan sehingga hilang konsentrasi. Kondisi ini dapat diatasi dengan menggabungkan metode klasikal dan metode baca simak. Jika pada saat menerapkan metode baca simak dengan buku banyak murid yang mengalami kesulitan membaca, tersendat, dan hilang konsentrasi, maka guru segera mengambil langkah. Caranya dengan kembali memusatkan perhatian murid pada alat peraga. Tujuannya adalah untuk lebih memahamkan konsep, dan mengetahui dimana letak kesulitan yang dialami.
Penggabungan klasikal peraga dengan baca simak yaitu murid membaca kalimat, murid yang lain mendengarkan, kemudian jika ada kesalahan dikoreksi, lakukan pengulangan konsep secara singkat. Kemudian guru dan murid membaca bersama-sama kalimat tersebut. Murid kedua membaca kalimat berikutnya, murid yang lain mendengarkan, kemudian guru dan murid membaca bersama-sama kalimat tersebut, dan seterusnya sampai semua kalimat di halaman peraga terbaca.

C.    Kesimpulan

Guru yang profesional tidak hanya menguasai sejumlah materi pembelajaran, namun penguasaan pendekatan dan metode  pembelajaran yang tepat dan sesuai mutlak diperlukan. Untuk itu perlu kiranya para guru mampu menggunakan pendekatan dan metode yang tepat agar pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan.
Metode inkuiri adalah “metode belajar yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif menguji dan menafsirkan problema secara saintifik yang memberikan konklusi berdasarkan pembuktian”. Metode inkuiri yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah metode yang mendorong dan mengarahkan siswa untuk melibatkan diri secara aktif dalam proses belajar-mengajar dengan melakukan berbagai kegiatan belajar.
Kegiatan tersebut dapat berupa mengumpulkan data melalui pengamatan, memberikan hipotesa, mencatat dan menafsirkan data serta mengambil kesimpulan. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Oleh karena itu, seorang guru dalam pembelajaran membaca al-Qur’an dengan inkuiri semestinya memiki pendekatan konsep.
Pendekatran konsep merupakan model, di mana siswa dibimbing memahami suatu bahasan dengan memahami konsep-konsep yang terkandung didalamnya. Dalam proses pembelajaran tersebut penguasaan konsep dan subkonsep yang menjadi sasaran utama pembelajaran. Pendekatan ini kurang memperhatikan aspek student centre. Guru terlalu dominan dan siswa membimbing untuk memahami konsep. Hal ini selaras dengan pendekatan inkuiri yang membelajarkan siswa untuk mengendalikan situasi yang dihadapi ketika berhubungan dengan dunia fisik, yaitu dengan menggunakan teknik yang digunakan oleh para ahli penelitian. Pendekatan inkuiri berarti guru merencanakan situasi sedemikian rupa sehingga siswa didorong untuk menggunakan prosedur yang digunakan para ahli penelitian untuk mengenal masalah, mengajukan pertanyaan, mengemukakan langkah-langkah penelitian, memberikan pemaparan yang ajeg, membuat ramalan, dan penjelasan yang menunjang pengalaman.

* Wenny Nurul ‘Aini, S. Pd. I adalah alumni Pendidikan Agama Islam Tarbiyah STAIN Purwokerto, sekarang mengabdi di SMP Islam al-Irsyad gandrungmangu sebagai guru Pendidikan Agama Islam.

DAFTAR PUSTAKA
 

Az-Zarnujiy, Syaikh. t.t. Ta'limul Muta'alim. Semarang: Pustaka Utama.

Depag RI. 2003. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Semarang: Toha Putra.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2000. Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif.  Jakarta: Rineka Cipta.

_____________________ 2008. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Fazlurrahman. 1996. Tema Pokok Al-Qur’an. Bandung: Pustaka.

Qasim Bakr, Muhammad. t. t.  al-Tarbiyatu wa al-Ta’lim. Surabaya: Maktabah al-Hidayah.

Quraish Shihab, M. 1996. Membumikan Al-Qur’an. Bandung: Mizan.

Roestiyah. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Sahad A.R. 1987. The Rights of Allah and Human Rights. India: Syah Offset Printer.

Sudjana, Nana. 1995. Cara Belajar Siswa Akitif dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru.

Suryobroto. 1990. Metode Pengajaran di Sekolah. Yogyakarta: Amarta.

Trianto. “Profesionalitas Guru Masa Depan”, dalam Majalah Mimbar Pembangunan Agama,. No. 223, April 2005.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar